zaldi naziri

Minggu, 06 Juni 2010

MENGENAL IKAN BAUNG


Di Indonesia terdapat 9 famili ikan lele yang terdiri atas 142 spesies ikan. Tujuh famili di antaranya mempakan kelompok famili ikan yang hidup di air tawar, yaitu Aridae, Bagridae, Clariidae, Doiichthydae, Silluridae, dan Sisoridae.
 A.  Taksonomi
Ikan baung diklasifikasikan ke dalam Phylum Chordata, Kelas Pisces, Sub-kelas Teleostei, Ordo Ostariophysi, Sub-ordo Siluroidea, Famili Bagridae, Genus Macrones, dan Spesies Macrones nemurus CV. (Saanin, 1968). Menurut Imaki et al. (1978), ikan baung dimasukkan dalam Genus Mystus dengan spesies Mystus nemurus CV. Sinonim Mystus nemurus adalah Bagrus nemurus CV., Bagrus hoevenii Blkr., Bagrus sieboldi Bikr., Hemibagrus nemurus Bikr., Macrones nemurus Gunther., Macrones bleekeri Volza., Macrones howony Popla., dan Macrones borga Popla (Weber and de Beaufort, 1965).
Di daerah Karawang, ikan baung dikenal dengan nama ikan tagih atau senggal, sedangkan di Jakarta dan Malaysia dikenal sebagai ikan bawon, senggal, singgah, dan singah (Sunda/Jawa Barat); tageh (Jawa); boon (Serawak); niken, siken, tiken, tiken-bato, baungputih, dan kendinya (Kalimantan Tengah); baong (Sumatra) (Weber and de Beaufort, 1965; Djajadiredja et al., 1977).
 B.  Morfologi
 Ikan baung mempunyai bentuk tubuh panjang, licin, dan tidak bersisik, kepalanya kasar dan depres dengan tiga pasang sungut di sekeliling mulut dan sepasang di lubang pemafasan; sedangkan panjang sungut rahang atas hampir mencapai sirip dubur. Pada sirip dada dan sirip punggung, masing-masing terdapat duri patil. Ikan baung mempunyai sirip lemak (adipose fin) di belakang sirip punggung yang kira-kira sama dengan sirip dubur. Sirip ekor berpinggiran tegak dan ujung ekor bagian atas memanjang menyerupai bentuk sungut. Bagian atas kepala dan badan berwama coklat kehitam-hitaman sampai pertengahan sisi badan dan memutih ke arah bagian bawah.
 C.  Distribusi
 Distribusi ekologis ikan baung, selain di perairan tawar, sungai, dan danau, juga terdapat di perairan payau muara sungai dan pada umumnya ditemukan di daerah banjir. Ikan baung berhasil hidup dalam kolam yang dasarnya berupa pasir dan batuan (Madsuly, 1977). Di Jawa Barat, ikan baung banyak ditemukan di sungai Cidurian dan Jasinga Bogor yang airnya cukup dangkal (45 cm) dengan kecerahan 100 %. Ikan baung suka menggerombol di dasar perairan dan membuat sarang berupa lubang di dasar perairan yang lunak dengan aliran air yang tenang. Ikan baung menyukai tempat-tempat yang tersembunyi dan tidak aktif keluar sarang sebelum hari petang. Setelah hari gelap, ikan baung akan keluar dengan cepat untuk mencari mangsa, tetapi tetap berada di sekitar sarang dan segera akan masuk ke sarang bila ada gangguan.
 Distribusi geografis ikan baung, selain di perairan Indonesia, juga terdapat di Hindia Timur, Malaya, Indocina, dan Thailand.
 D.  Pola Pertumbuhan
 Pola pertumbuhan ikan baung adalah allometrik (b > 3). Pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang badan. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, pertumbuhan ikan baung jantan berpola isometrik (b = 3), di mana pertambahan berat sebanding dengan pertambahan panjang badan.
 Ukuran ikan baung berhubungan dengan agresivitasnya dalam mencari makan dan kematangan gonad. Karena harga b di atas 3, maka pertumbuhan berat ikan baung cendemng lebih cepat daripada pertumbuhan panjang badan. Dengan demikian, faktor makanan memegang peranan yang sangat penting. Jika ikan baung semakin banyak mendapat makanan, maka pertumbuhan beratnya semakin tinggi. Karena itu, ikan baung berukuran besar cenderung lebih agresif mencari makan sehingga pertumbuhannya berpola allometrik.
 Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ikan baung adalah kematangan gonad. Ikan baung betina memiliki pola pertumbuhan allometrik. Hampir 77 % ikan baung betina mengandung telur sehingga berat telur tersebut mempengaruhi pola pertumbuhannya. Hal ini juga menyebabkan pola pertumbuhan ikan baung (jantan dan betina) berpola allometrik. Pada waktu musim memijah, pola pertumbuhan ikan baung betina bisa berbeda dengan ikan baung jantan.
E.  Tingkat Kematangan Gonad
 Ikan baung jantan dan betina memiliki perkembangan gonad mulai ketika beratnya mencapai 90 g atau panjang badan total lebih dari 200 mm. Matang gonad ikan baung betina diperkirakan pada berat lebih dari 100 g. Pada umur berapa ikan baung mencapai ukuran tersebut belum dapat dipastikan. Berdasarkan laporan Madsuly (1977) yang memelihara ikan baung di kolam, ukuran 90 g dapat dicapai selama 4 - 6 bulan. Perbandingan antara gonad yang belum matang (TKG I) dan gonad yang matang (TKG IV.Bila kita membandingkan beberapa jenis ikan lain yang umum dipelihara di Indonesia, maka ukuran matang gonad (size at maturity) ikan baung termasuk cepat. Ikan lele (Glorias batrachus) mencapai matang gonad setelah berukuran 100 g atau lebih (Suyanto, 1982). Ikan mas menca esar atau di atas 1.000 g (Bardach et ai, 1972). Demikian juga, jenis baung asli Amerika (Channel catfish: Ictalurus sp.) baru mencapai matang gonad pada ukuran 340 g.
 Ikan Mystus (Osteobagrus) aor mulai matang gonad pada ukuran panjang 840 mm dan semua ikan betina telah matang gonad pada ukuran 940 mm. Ikan baung yang hidup di danau Sipin dan danau Kenali mulai matang gonad pada ukuran panjang 205 mm dengan bobot 675 g. Untuk ikan baung betina dan ikan baung jantan mulai matang gonad pada ukuran panjang 215 mm dengan bobot 68,5 g. Djajadiredja et al. (1977) mengemukakan bahwa ikan baung matang gonad pada ukuran panjang ± 320 mm.
 Di danau Sipin dan Kenali, ikan baung betina dengan tingkat kematangan gonad IV (matang) didapatkan pada bulan Oktober-Maret, sedangkan untuk ikan baung jantan dengan TKG IV hanya terdapat pada bulan Oktober-Desember. Bersamaan dengan tidak terdapatnya ikan baung jantan dan berkurangnya ikan baung betina yang matang gonad setelah bulan Desember, maka anak-anak ikan baung baru didapatkan pada bulan Januari. Ikan baung di Waduk Juanda dengan TKG IV ditemukan dalam bulan Oktober-Maret, sehingga anaknya baru didapatkan pada bulan Januari-Maret dengan ukuran panjang total 3,5 - 9,5 cm dan bobot 0,33 - 6,46 g.
 Berdasarkan laporan Alawi et al. (1990), ikan baung di perairan sungai Kampar (Riau) memijah pada sekitar bulan Oktober sampai bulan Desember. Hal ini merupakan fenomena umum karena pada saat itu biasanya musim hujan dan sebagian besar ikan di perairan umum memijah pada awal atau sepanjang musim hujan. Hal ini terjadi karena ikan yang akan memijah umumnya mencari kawasan yang aman dan banyak makanan. Kawasan seperti ini didapatkan pada kawasan rerumputan yang digenangi air pada saat musim hujan tiba. Demikaian juga jenis ikan baung dan jenis ikan catfish (dari Famili Siluridae, Clariidae, Pangasidae, Bagridae, Aridae, Ictaluridae) mencari tempat perlindungan dan membuat sarang bila melakukan pemijahan (Bardach et al., 1972).
 F.  Indeks Kematangan Gonad (IKG)
 Indeks Kematangan Gonad (IKG) bertambah besar bila TKG meningkat. Diperkirakan bahwa ikan baung sudah dapat mengeluarkan telur dengan nilai IKG antara 6 sampai 12. Nilai ini agak lebih rendah dibandingkan dengan yang dikemukakan oleh Effendie (1979), yakni nilai IKG 19 ke atas ikan baru matang gonad. Karena ikan yang hidup di perairan tropis pada umumnya memijah sepanjang tahun, maka nilai IKG sering ditemukan lebih rendah pada saat ikan tersebut matang gonad. Hal ini sejalan dengan pendapat Nikolsky, dalam Effendie (1979), bahwa ikan yang hidup di daerah tropis pada umumnya dapat memijah sepanjang tahun dengan tipe pemijahan partial (tidak mengeluarkan telur seluruhnya pada saat pemijahan) sehingga IKG kecil. IKG ikan baung yang dipelihara di sungai dan di kolam dapat dilihat pada
G.  Fekunditas (Jumlah Telur)
 Fekunditas ikan baung berada pada rentangan 1.365 - 160.235 butir. Seperti yang dikatakan oleh Snyder (1983) bahwa fekunditas dipengaruhi oleh ukuran ikan (panjang dan berat) dan umur. Ikan yang berukuran besar cenderung memiliki fekunditas lebih besar daripada ikan yang berukuran kecil. Fekunditas yang terbesar adalah 160.235 butir yang terdapat pada ikan baung yang memiliki berat tubuh 2.752 g dan berat gonad 224 g.Fekunditas juga dapat dipengaruhi oleh fekunditas telur (Woynarovich and Horvarth, 1980). Pada umumnya, ikan yang berdiameter telur 0,8 - 1,1 mempunyai fekunditas 100.000 - 300.000 butir/kg berat ikan. Ikan baung mempunyai fekunditas lebih kecil daripada jumlah tersebut, yakni sekitar 60.000 butir/kg berat tubuh. Jika dibandingkan dengan fekunditas ikan channel catfish, fekunditas ikan baung jauh lebih besar. Fekunditas ikan catfish (baung putih asli Amerika) adalah sekitar 7.000 butir/kg berat tubuh (Busch, 1985).
 H.  Jenis Kelamin
 Jenis kelamin ikan baung dapat diketahui dengan dua cara, yaitu dengan membelah perut dan memeriksa gonadnya dan dengan mengamati ciri-ciri morfologis. Gonad ikan baung betina dan ikan baung jantan terletak di rongga perut bagian dorsal intestin. Gonad ikan baung barn dapat diperiksa setelah ikan baung tersebut berukuran 90 g atau kira-kira panjangnya 20 cm. Oleh karena itu, ikan baung yang lebih kecil dari ukuran tersebut dapat dibedakan dengan mengamati lobang genital (genital pore). Pada ikan baung jantan, lobang genital agak memanjang dan terdapat bagian yang meruncing ke arah caudal. Alat ini merupakan alat bantu untuk mentransfer sperma. Sedangkan pada ikan betina, lobang genitalnya berbentuk bulat. Lobang genital ini akan berwama kemerah-merahanjika ikan baung betina tersebut telah mengandung telur pada TKG V. Kromosom berjumlah 23 pasang yang terdiri atas 2 pasang kromosom metasentrik, 6 pasang kromosom akrosentrik, dan 15 pasang kromosom telosentrik.
 I.  Pakan dan Kebiasaan Makan
Ikan pada umumnya mempunyai kemampuan beradaptasi tinggi terhadap makanan dan pemanfaatan makanan yang tersedia di suatu perairan. Dengan mengetahui kebiasaan makan ikan, maka kita dapat mengetahui hubungan ekologi organisme dalam suatu perairan, misalnya bentuk-bentuk pemangsaan persaingan makanan dan rantai makanan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa ikan baung termasukjenis ikan karnivora dengan susunan makanan yang terdiri atas ikan, insekta, udang, annelida, nematoda, detritus, sisa-sisa tumbuhan, atau organik lainnya. Susunan makanan ikan baung dewasa berbeda dengan susunan makanan ikan baung anakan. Makanan utama ikan baung dewasa terdiri atas ikan dan insekta, sedangkan makanan utama anakan ikan baung hanya berupa insekta. Tetapi, Djajadiredja et al. (1977) mengemukakan bahwa ikan baung termasuk jenis ikan omnivora dengan makanan terdiri atas anak ikan, udang, remis, insekta, moluska, dan rumput. Makanan utama ikan baung yang hidup di Waduk Juanda terdiri atas udang dan makanan pelengkapnya berupa ikan dan serangga air, sehingga digolongkan dalam jenis ikan kamivora. Berdasarkan hasil penelitian Alawi et al. (1990), terdapat 4 kategori organisme yang ditemui dalam lambung ikan baung, yaitu insekta air, ikan, udang, dan detritus. Detritus ditemukan 41,4 %, insekta 36,4 %, ikan 31,3 %, dan udang terdapat 5,1 % dari jumlah sampel ikan baung. Jika dirinci berdasarkan famili dari organisme yang dijumpai, maka akan terlihat bahwa famili Gyrinidae menempati urutan yang teratas. Gyrinidae adalah insekta air sejenis kumbang yang hidup di perairan tenang atau mengalir, suka berenang di permukaan dan menyelam ke dasar perairan terutama yang banyak akar kayu dan atau rerumputan sehingga dapat bersembunyi dan mencari makan (Menit and Cumming, 1978). Jika dilihat di perairan Sungai Kampar (Riau), banyak sekali dijumpai rerumputan dan pohon kayu di sepanjang pinggir sungai yang merupakan habitat yang baik bagi insekta air.
Famili kedua setelah Gyrinidae yang banyak terdapat dalam isi lambung ikan baung adalah Cyprinidae, yaitu jenis ikan cyprinid yang sangat disukai oleh ikan baung, yaitu ikan motan (Thimchthys sp.), kapiek (Puntius sp.), dan ikan pawas (Osteochilus sp.). Ketiga jenis ikan ini banyak terdapat di perairan Sungai Kampar, terutama jenis ikan motan yang suka hidup di perairan yang agak tenang (Alawi et al., 1988). Di tempat-tempat tersebut juga banyak dijumpai ikan baung.
Di samping kedua jenis organisme yang dominan terdapat juga organisme lain, seperti udang (Macrobranchium sp.), ikan selais (Cryptopterus sp.), lipas air (Salidae), dan cacing air (Chironomidae). Detritus yang ditemukan dalam isi lambung ikan baung pada umumnya terdiri atas potongan dedaunan, akar kayu, hancuran ikan, dan kumbang yang tidak diidentifikasi.Dari komposisi organisme yang dijumpai dalam isi lambung ikan baung ternyata bahwa ikan ini tergolong jenis ikan pemakan segala (omnivora) dengan kecenderungan pada jenis insekta air dan ikan atau mengarah ke pemakan daging (karnivora), Hal ini dapat dilihat dari besamya mulut yang merupakan ciri dari sub-ordo Siluroidea. Jenis ikan dari sub-ordo Siluroidea pada umumnya adalah ikan yang bersifat pemangsa (karnivora), seperti dari famili Pangasidae (ikan patin), Siluridae (ikan selais), dan Clariidae. (ikan lele) (Bardach et al., 1972).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar